Sebelum Memahami Siklus Perubahan, yang pertama akan kita pelajari adalah Memahami Siklus Sigmoid Curve terlebih dahulu.
Sigmoid curve (Kurva S tertidur), adalah Siklus yang bergerak naik suatu ketika akan mencapai puncaknya, lalu setelah puncak akan turun kebawah. Perhatikan gambar dibawah ini:
Kita bisa ambil study case-nya di Kalimantan Timur, yang sering disebut sebagai lumbung energi Indonesia, pada beberapa tahun yang lalu, mereka mendatangkan Perusahaan Besar dan SDM hingga manca negara. Tetapi penduduk pribumi nya justru kekurangan energi, llistrik contohnya. Dan ini menjadi latar belakang munculnya ide perubahan dari Gubernur Kaltim pada saat itu, Bapak Awang Faroek Ishak. Maka dia melakukan perubahan pada Titik “S” sebelum turun jauh kebawah (Manajement Krisis), saat tidak punya apa-apa lagi.
Didalam perusahaan kondisi seperti ini adalah disaat tidak punya uang lagi (Gap cash in cash out terlalu jauh). Karna yang membuat perusahaan hidup itu adalah CASHFLOW, bukan profit atau lost.
“Kerugian bertahun-tahun akan mengakibatkan bleeding”
Maka dari itu Gubernur Awang Faroek melakukan perubahan sebelum curva S nya terlalu jauh turun kebawah dengan cara membangun Infrastruktur seperti Pelabuhan, Bandara, jalan, jalan tol, kawasan industri, listrik, termasuk infrastruktur sosial dan sekolah.
Tetapi ini semua butuh waktu yg tidak sebentar, seperti Perencanaan yang bisa jadi 1 tahun, pembebasan lahan, hingga cari investor, maka harus siap untuk menerima pertentangan dan caci maki. Yang bisa diharapkan hanya lah support moril dari masyarakat.
Kesimpulannya adalah: Pada Curva S, ada titik ketika berada ditengah-tengah keatas, lalu turun, dan ketika sedikit turun kita masih punya sumber daya yang memadai. Maka itu adalah waktu yang paling tepat untuk melakukan Perubahan/Change (Turn over, Turn around).
“Tak peduli jalan salah yang dijalani, yang terpenting putar arah sekarang juga”
Mengenal Karakter Perubahan
Kebiasaan masyarakat Indonesia: “Menghendaki perubahan ketika tidak punya apa-apa lagi”.
Kerugiannya adalah kita sudah tidak punya reputasi lagi, dan SDM juga mulai meninggalkan kita. Ibaratnya ketika kita mengganti aki baterai mobil sebelum mobilnya rusak dan berheti ditengah jalan. Dan ketika kita melakukan perubahan, saat sedang berada di zona nyaman, sangat wajar bila mendapat perlawanan (resistensi).
Perubahan itu bersifat 3S (Speed, Surprise, Sudden Shift/pergeseran tiba-tiba). Salah satu contoh sudden shift adalah Ketika Perdana Menteri Modi (India) mengatakan:
“Kami telah melewati batas inovasi dan kemampuan manusia untuk menghasilkan suatu inovasi yang luar biasa”
Sehingga Amerika Serikat mulai bergeser ke India, bukan China.
Dan juga dari “Speed”, terjadi perubahan yang begitu cepat. Study case nya,
“Untuk mendapatkan 50 juta pemirsa/audience (Radio membutuhkan waktu 38 tahun, Televisi membutuhkan 13 tahun, Internet membutuhkan 3 tahun, Facebook 1 tahun, dan Twitter 9 bulan)”
Bahkan di Kenya sekarang tidak memerlukan mata uang setempat, mereka sudah punya M-Pesa (mobile money). Yang bikin Hillary Clinton marah karna ini terjadi pertama kali tidak di Amerika.
Padahal Bill Gates pernah mengatakan, “Bank is necessary, but banks are not”.
Karna dimasa yang akan datang uang akan berubah ke bentuk digital, (Lihat Google wallet, Apple pay, Ali pay, go pay).
Semua akan bergeser secara tiba-tiba (Sudden shift) karena kita tidak mempersiapkan diri, akan memberikan kejutan (Surprises), terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi (Speed).
Memahami Peradaban VUCA
Kepanjangan V U C A => Volatility (Bergejolak), Uncertainty (Tidak pasti), Complexity, Ambiguity
Study case yang bisa kita ambil adalah Negara Yunani, negeri dengan pengaruh kecil namun menimbulkan dampak krisis besar bagi negara-negara Eropa.
Ingatlah bahwa:
“Pada tahap tumbuh sebaiknya melakukan perubahan, karna kita masih memiliki sumber daya yang memadai, uang, dan reputasi serta tenaga”.
Tetapi dari sisi lain kita juga harus siap menghadapi segala resistensi. Ini bisa dilihat dari kondisi di negeri kita saat ini.
Perhatikan kembali Kurva Sigmoid,
“Kalau kita sudah naik keatas, kemudian perlahan turun, cepatlah turn around, putar arah”
Lihatlah pada Siklus Sigmoid Curve tersebut, dan lakukan Perubahan pada titik kita masih memiliki sumber daya yang memadai.
Di dalam perusahaan, saat cashflow mulai turun, itu bisa dicegah, karena kita masih memiliki aset-aset. Dalam literatur kesehatan disebutkan kalau sudah tahap mulai menurun, kita masih memunyai lemak dalam tubuh untuk dibakar, sehingga menghasilkan energi.
Study Case-nya:
Seperti sebuah perusahaan yang ketika mengalami pertumbuhan terdapat kecenderungan para eksekutif di perusahaan untuk belanja termasuk hal-hal yang tidak dibutuhkan. Rumah peristirahatan, pesawat untuk para eksekutif dalam jumlah yang lebih dari seharusnya. Kemudian kantor, gedungnya dibikin super mewah, di daerah strategis, SDM yang diperlukan 100 tapi ada 300, kendaraan dinas, fasilitas untuk karyawan semewah-mewahnya. Karena kita sedang menikmati, perusahaan mulai tumbuh.
Nah, pada tahapan ini kita bisa menutup, menjual aset-aset yang tidak produktif itu untuk mengurangi sumber daya kita. Sehingga bisa digunakan dalam bentuk cash, untuk membiayai penyelamatan perusahaan dan masuk ke kurva berikutnya.
Hal Pertama yang dilakukan dalam Sigmoid Curve adalah “Paradox of Change”. Bertentangan dengan yang seharusnya, yang bikin orang-orang tidak mendukung kita.
Hal kedua, “Discomfort Zone”. Siapa yang nyaman ketika kita harus diubah? Contoh sederhananya memindahkan jam tangan yang biasa dipakai di tangan kiri ke tangan kanan.
“Karena Manusia selalu dikendalikan zona nyaman-nya sehingga menjadi auto pilot bagi mereka”
Contoh selanjutnya ketika ke kantor kita selalu menggunakan jalan yang sama., enggan menggunakan jalan baru.
Masih enak kalau melakukan perubahan untuk diri sendiri, yang tersulit adalah melakukan perubahan terhadap pengikut kita yang dipaksa untuk berubah, dan itu pasti tidak nyaman.
Maka dari itu kita perlu mengenal istilah yang disebut dengan “Self-Destructive Habits”, yaitu Kebiasaan-kebiasaan yang merusak diri sendiri.
Berikut ini adalah 7 poin Self-Destructive Habts oleh Prof. Jagdish Sheth, yaitu 7 elemen yang mengakibatkan orang-orang hebat tidak bisa melakukan hal hebat, yaitu :
- Denying (Menyangkal)
Terdapat kecenderungan bagi manusia setiap kali melihat hal yang baru, yang belum dia kenal biasanya langsung menyangkal.
Ambil case ketika kita bertanya “Berapa di antara anda yang pulang pergi melewati jalan yang sama?” lalu mereka akan menjawab “Jalannya hanya itu-itu saja pak”
2. Arrogance
Yaitu Merasa lebih pandai dari orang lain, meremehkan dan merendahkan orang lain. Arogansi adalah salah satu bentuk self-destructive habits, perilaku merusak diri yang bertentangan dengan perubahan.
3. Competitive Myopia
Myopic : Ketidakmampuan untuk melihat jauh. Hanya mampu melihat yang dekat. Dalam peta kompetisi, kita tidak melihat kompetisi yang sebenarnya.
Contohnya ketika orang saat ini orang menjual kopi tidak menawarkan kopi bubuk tapi menawarkan kedai kopinya, dan harga nya bisa sampai 10x lipat lebih mahal.
Para pelaku myopic hanya melihat pesaing dalam orbitnya, tanpa melihat sesuatu terjadi yang disebut sebagai “Value Migration”. Ini juga terjadi ketika America dan Britanica bersaing dalam mebuat Ensiklopedi, lalu mereka surprise dengan apa yang dilakukan Microsoft (membuat ebook), hingga tiba masa nya sekarang ada Wikipedia.
Sangat banyak Marketing Myopia ini dialami oleh banyak pelaku usaha di negeri kita, dan tanpa disadari juga dunia pendidikan kita mengalami hal serupa.
4. Competency Dependence
Yaitu Ketergantungan pada kompetensi yang kita miliki di masa lalu. Kita berpikir bahwa kompetensi yang kita miliki bakal cocok selama-lamanya. Padahal suatu ketika brangkali kompetensi itu akan hilang, digantikan oleh mesin teknologi.
Maka dari itu Kompetensi kita harus berubah, karna ilmu pengetahuan terus berkembang, selalu ada keterampilan baru. Setiap Kompetensi akan selalu mengalami obsolete, masa-masa penuaan. Maka dari itu kita harus bisa berpindah ke Learning Zone.
5. Territorial Impulse
Manusia kecenderungan memiliki otak purba di dalam otaknya, mereka mengatakan bahwa ia memiliki teritori (batas) yang tidak bisa ditembus orang lain.
Ini adalah otak manusia purba (Territorial Impulse), secara kasarnya bisa diambil dari contoh anjing, yang pergi menuju truk, berkeliling, lalu mengencingi ban nya, dan tidur dibawah truk tsb tersebut dengan nyaman menandakan bahwa daerah tersebut adalah teritorialnya.
Ini sering terjadi ketika kita bekerja. Dengan mengatakan “ini wewenang saya”, seolah menandakan orang-orang bekerja hanya mengikut garis vertikal, atasan dengan bawahan.
Padahal dalam organisasi yang sehat, ketika manusia melakukan perubahan, kita perlu menciptakan apa yang disebut Alignment (hubungan). Bekerja secara integratif, menyatu, menyeluruh. Ada Vertical Alignment dan Horizontal Aligment.
6. Complacency
Complacence, yaitu Ketika manusia sudah nyaman, maka manusia tidak mau berubah.
Ada 2 tipe manusia dalam menghadapi masalah:
Yang pertama pecah seperti telur, dan yang kedua Manusia yang Bounce, semakin ditekan akan semakin membal
Namun Paul Stoltz (Buku Adversity Quotient) mengatakan ada tiga, yaitu The Quitters alias berhenti, yaitu orang yang tidak mau berubah. Kemudian The Campers yang hanya menikmati pada titik tertentu, kemudian ia nyerah, dia ingin menikmati. Terakhir ada The Climbers yaitu orang yang tidak pernah berhenti mendaki, terus naik sampai ke puncak, lalu ia turun lagi dan mencari bukit yang lain. Kamu tipe yang mana temans?
7. Volume Obsession
Yaitu orang yang ter-Obsesi terhadap volume. Tidak banyak orang menyadari bahwa memiliki lebih banyak berakibat pemborosan, bekerja lebih banyak mendatangkan penyakit, memiliki lebih banyak justru menimbulkan beban yang lebih besar karena tidak bisa merawat.
Gimana temans, sudah Memahami Siklus Perubahan kan setelah membaca artikel ini? 🙂
Sumber: Kursus Manajemen Perubahan oleh Indonesia X oleh Prof. Rhenald Kasali
Teman-teman bisa ikut kursusnya secara GRATIS Disini
One thought on “Memahami Siklus Perubahan”