Pada artikel-artikel sebelumnya kita telah Belajar dari The Seven Stages of Empire dan Me-Manage Perubahan. Kita telah belajar sejarah dunia yang terjadi di mancanegara, termasuk Indonesia. Bagaimana bangsa berperang, menaklukkan bangsa lainnya, mengalami kejayaan, penuaan, dan penurunan.
Kita juga telah belajar bagaimana me-manage perubahan, membukakan mata para pengikut, bagaimana terjadinya resistensi, perlawanan, bagaimana ruang yang vakum, ruang hampa yang dihadapi seorang pemimpin karna tidak melakukan perubahan
Lalu kita juga belajar beragam bisnis model yang sekarang menjadi persaingan penting di dunia. Dan kita juga telah belajar efek dari teknologi yang luar biasa belakangan ini.
Setiap bangsa akan mengalami langkah yang disebut The Seven Stages of Empire, tujuh langkah untuk menjadi sebuah empire, yaitu:
a. Setiap pemimpin itu mempunyai niat baik untuk membangun Good Money. Uang adalah sesuatu yang dijaminkan atau kepercayaan. Itu disebut good money karna ada emas yang diberikan kepada the central bank, bank yang mencetak uang.
Kemudian dari good money negara mulai mengakumulasi emas, kesejahteraan. Dia jual tambang nikel dapat uang, batubara dapat uang, jual sawit dapat uang, jual ikan dapat uang. Uang itu selain dikonsumsi, bagian keuntungannya atau devisa nya mulai disimpan, karena devisa ini dijaminkan emas di negara sana.
b. Kemudian setelah itu kita menyaksikan negara menggunakan uang itu untuk membangun Public Service. Good money menjadi public service, infrastruktur, bikin power plan, membangun jalan-jalan yang besar, kereta api, dan kita akan memulai itu.
c. Tetapi negara bisa juga belum sampai ke tahapan ini sudah masuk yang ketiga, memperkuat Militer-nya. Dari kesejahteraan ekonomi kemudian menjadi kesejahteraan politik. Politik menjadi dominan, menjadi gaduh, dan kemudian politik diambil alih militer kemudian militer ingin memperkuat keadaan militernya, persenjataan dibangun, dari good money ini kemudian banyak dipakai untuk membiayai militer. Dan militer akhirnya kemudian mencari pekerjaan dengan berperang. Hingga akhirnya uang ini kehilangan kepercayaaan karna jaminannya, emasnya habis, akhirnya kemudian negara mulai mencetak uang kembali. Hingga akhirnya good money berubah menjadi bad money
d. Akhirnya kemudian negara jaminan emasnya makin sedikit, kepercayaan terhadap currency-nya dan semakin turun, tahap berikutnya adalah menjelang Krisis. Nilai uangnya merosot. Dan akhirnya kemudian uangnya tidak mempunyai daya apa-apa dan terjadilah krisis. Jadi jatuh karena mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Dan Dollar termasuk di dalamnya.
Krisis, dalam kamus Webster artinya
“Crisis is a turning point for better or for worse”.
Sementara dalam bahasa China Crisis is Weiji,
“Opportunity in danger”
Semua krisis ini adalah kesempatan bagi kita untuk me-manage perubahan. Perubahan yang baik itu perubahan yang bukan hanya perubahan. Tetapi perubahan yang dimanage, yang dikelola. Jadi ada tahapannya, ada transformation plan-nya. Dari kondisi keadaan sekarang, tahap berikutnya, puncaknya apa.
Case Study: Garuda Indonesia
Garuda Indonesia tahap puncaknya adalah go public. Tahap awalnya adalah bleeding, ketika pemimpin baru masuk, rugi, bleeding, cashflow-nya negatif, karyawannya, SDMnya sudah mulai menua, cara kerjanya kelamaan, berada di ruang vakum, pemimpin baru tidak dipercaya, demo, teriak perlawanan, sebagainya, service-nya buruk. Dan akhirnya kemudian service diperbaiki, cashflow diperbaiki. Kemudian setelah service diperbaiki, armada-armadanya diperbaiki.
Waktu armada diperbaiki, terjadi lagi krisis karena Eropa tidak percaya Indonesia, pesawat Indonesia dilarang masuk ke Eropa, kepercayaan terjadi masalah, dia harus bangun reputasi. Reputasi diperbaiki, service diperbaiki, cashflow diperbaiki, kemudian dia harus memperbaiki identitas, dan lain sebagainya. Masuk dalam Sky Team. Kemudian diterima menjadi airline bintang lima. Setelah itu mereka melakukan go public.
Go public artinya mereka tidak bisa lagi dikelola sembarangan. Ada jutaan pemegang saham yang mengawasi Anda. Anda harus transparan. Politik tidak bisa serta-merta masuk ke sana. Inilah perubahan yang di-manage.
Perubahan itu harus di manage. Ketika di-manage, didalamnya tentu ada resistensi, dan ini adalah hal yang wajar. Ketika melakukan perubahan, kita akan selalu berhadapan dengan paradox. Ibarat membawa mobil ke begkel, sebelum rusak tentunya
“Ketika kita sedang beratnya, itu tanda nya kita sedang dijalan meuju ke puncak. Tapi kalau jalannya enteng, kita mesti ingat ini adalah jalan turunan”
Seperti kata Dalai Lama tentang paradox:
“Kita memiliki rumah yang lebih besar, tetapi jumlah anggota keluarga yang semakin sedikit. Kita memiliki lebih banyak kenikmatan, tetapi waktunya tidak ada. Kita memiliki degree atau gelar yang lebih tinggi, tetapi tidak memiliki rasa yang lebih baik. Kita memiliki pengetahuan yang lebih banyak, tetapi kurang bijaksana”
Banyak ahli, tetapi lebih banyak lagi masalah. Banyak obat-obatan, tetapi kesehatan pun mengalami kemerosotan. We have been all the way to the moon and back, but we have trouble crossing the street to meet the new neighbor. Kita begitu mudah sekarang bisa pergi ke bulan bahkan kembali dengan selamat ke atas muka bumi, tapi untuk nyebrang jalan saja, kok, susahnya minta ampun untuk bertemu dengan tetangga.
We have become long on quantity, but short on quality. Tall man, but short character. Orangnya tinggi, tapi karakternya buruk, karakternya rendah. Steep profits, but shallow relationships. It is a time when there is much in the window, but nothing in the room”
“Mari kita jalani hari-hari yang penuh dengan perubahan, hari hari yang tentu saja banyak kejutan. Tingkatkan pengetahuan, tinggikan karakter, dan jangan lupa perubahan ini harus di-manage”
Semoga artikel ini bisa membantu teman-teman memahami dan Belajar dari The Seven Stages of Empire dan Me-Manage Perubahan, dan benar-benar menjadi seorang pelaku perubahan yang telah di-manage secara baik 🙂
Sumber: Kursus Manajemen Perubahan oleh Indonesia X oleh Prof. Rhenald Kasali
Teman-teman bisa ikut kursusnya secara GRATIS Disini