Lebih Memilih Berubah atau Resisten? Didalam korporasi di Indonesia, perlahan juga terjadi perubahan. Termasuk juga pada BUMN, yang pada dasarnya kita ketahui mereka memiliki culture atau budaya pemerintah. Seperti yang kita ketahui, sebuah bisnis itu bisa maju jika ada rasa memiliki. Tetapi biasanya usaha milik Negara atau pemerintah tidak ada rasa memiliki, maka umumnya mereka tidak berkembang begitu baik.
Di Negara barat, pemimpin cenderung untuk tidak menghidupkan perusahaan milik Negara, dikarenakan tidak ada rasa memiliki ini. Namun belakangan di abad 21, kita sering bicara tentang entrepreneurship. Bahwa setiap pemimpin harus memiliki rasa memiliki, Entrepreneurship. Karena rasa memiliki mendorong orang untuk mampu melihat.
Salah satu case orang yang memiliki jiwa Entrepreneurship ia mampu melihat dari perspektif yang berbeda. Salah satunya adalah pengalaman yang dialami oleh Prof. Rhenald, disaat membeli sebuah benda sederhana namun harganya 3 juta rupiah. Kehebatannya ada pada sang penjual, yang menawarkan barang tersebut dari perspektif yang berbeda, kemudian ia menjelaskan value dari barang tersebut, dibungkus dengan sebuah story telling dan memberikan pengalaman yang berbeda kepada calon pembeli, sehingga ketika barang tersebut terjual si pembeli tidak merasa rugi membeli barang tersebut dengan harga yang mahal.
Dari case tersebut, kita bisa ambil kesimpulan bahwa merubah cara berpikir adalah peranan penting dari para pemimpin. Pemimpin yang memiliki mindset bahwa, kemajuan teknologi tidak bisa dilawan, sudah terjadi dan merajalela, yang bisa kita lakukan hanyalah beradaptasi terhadap kemajuan teknologi ini.
“100 kambing yang dipimpin oleh seekor singa akan jauh lebih berbahaya ketimbang 100 ekor singa yang dipimpin oleh seekor kambing”
Seperti Napoleon yang pernah berkata,
“Pasukanku tidak takut berhadapan dengan 1000 ekor singa sepanjang mereka dipimpin oleh seekor kambing”, sebegitu vitalnya lah peran seorang pemimpin.
Perusahaan-perusahaan milik Negara pada umumnya dulu dibayar dengan upah yang rendah, terima pegawai tanpa selektif, kemudian tidak ada pikiran bahwa perusahaan akan rugi dan tidak ada sanksi apa-apa. Maka terbentuklah orang-orang pandai yang direkrut dari berbagai kampus diseluruh Indonesia, orang-orang terbaik dengan IP yang tinggi. Tetapi kemudian menjadi singa yang mengembik, seakan akan seperti kambing. Maka dari itu mereka memerlukan seorang pemimpin yang dalam tanda kutip menjadi singa, sehingga kambing-kambing itupun akan mengaum. Itulah yang terjadi di beberapa Badan Usaha Milik Negara kita yang berhasil mendapatkan pemimpin-pemimpin hebat.
Case selanjutnya adalah kisah tentang perpindahan bandara. Kita ketahui seringkali bandara, jalan tol dan segala macam infrastruktur di Indonesia bergerak sangat lambat sekali. Sampai ada yang mengatakan rakyat telah dipengaruhi oleh calo, yang kemudian calo itu ingin menjual tanahnya dengan sesuka hati, maka jalan itu tidak bisa ditembus karena mereka ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Belakangan juga diketahui ternyata mereka juga berlindung pada kekuatan-kekuatan lain yang lebih besar, mulai dari agama, politik, kemudian kekuatan-kekuatan lain yang bisa mereka bayar. Dan juga ada mentalitas broker dikalangan para pengembang yang berakibat semua itu bergerak lambat sekali.
Disamping itu tentu saja mentalitas para pengambil keputusan yang cenderung cari aman dan tidak menghendaki terjadinya perubahan. Inftastruktur seperti bandara kemudian menjadi lambat sekali dibangun. Bahkan jarak antara desain sampai peresmian ada yang sampai 20 tahun lebih, yang akibatnya beberapa bandara begitu diresmikan langsung crowded. Tiba-tiba pengunjungnya lebih banyak daripada yang seharusnya karena tertahan cukup lama dari waktu yang direncanakan sampai saat diresmikan.
Ini juga terjadi di Bandara Polonia, Medan. Semula bandara ini cukup besar dan juga terletak jauh dari hunian penduduk. Tetapi lambat laun bandara ini pun terkepung seperti Bandara Kemayoran dulu, pemukimannya menjadi padat dan tidak layak bagi pesawat terbang untuk come and go dikarenakan berbahaya.
Sampai terjadi kejadian jatuhnya sebuah pesawat yang akan landing di Polonia yang didalamnya ditumpangi oleh gubernur. Kejadian ini menggetarkan Wakil Presiden saat itu, Pak Jusuf Kalla. Ia mengunjungi keluarga korban dan bertanya,
“Ini bandara sudah tidak layak lagi, kenapa tidak dipindahkan saja?”,
lalu mereka menjawab, “Oh, sudah pak”.
Seperti biasa kita selalu akan bertemu dengan orang-orang dengan perspektif merasa dirinya sudah tau. Mereka lebih pandai daripada yang seharusnya, dan mengatakan sudah tetapi tidak ada gerakan apa-apa.
“Sudah ke mana?”
“Sudah pak, kami sudah rencanakan ke Kualanamu”
“Ayo kita pergi”, kata wakil Presiden Jusuf Kalla ketika itu.
JK pun pergi kesana dan ternyata pembebasan tanah saja belum rampung.
“Kenapa tidak dibebaskan tanahnya?”
lalu mereka mengatakan, “Karena rakyatnya tidak mau dengan ganti rugi sebesar itu”.
Setelah dicek, JK mengatakan,
“Oh terang saja, ini ganti ruginya terlalu rendah. Harus dinaikkan, kita tidak boleh ganti rugi, harus ganti untung”.
Inilah yang membuat mereka melihat dengan perspektif yang berbeda. Kemudian JK memberikan penjelasan,
“Kalau kalian bayar ganti rugi sebesar ini mereka akan menjadi semakin miskin. Bukankah pembangunan tujuannya adalah menghapuskan kemiskinan? Kalau mereka dapat ganti rugi dan tidak bisa membeli tanah lagi, maka kita yang semakin kaya. Kita bisa mendarat disana, kita punya infrastruktur. Tetapi masyarakat yang punya tanah justru tambah miskin. Maka kita berikan ganti untung supaya mereka bisa membeli tanah lagi disekitar sini”.
Masalah pertama selesai. Lalu masalah kedua landas pacunya kurang panjang. Maka kemudian JK bertanya,
“Siapa pemiliknya?”, kebetulan adalah tanah itu miliki Negara, dikuasai oleh satu BUMN Perkebunan. Lalu kemudian JK pergi kerumah dirut perusahaan perkebunan itu, mengajaknya makan, bicara, dan setelah itu bertanya,
“Bagaimana Pak Dirut, apakah sudah mengerti?”
Dan dia mengatakan, ‘Baik pak, sudah beres, silahkan Pak’
Padahal ini adalah masalah yang sudah beku dan bertahun-tahun tidak bisa dibebaskan tanah itu. Pendekatan pribadi di Indonesia menjadi sangat penting sekali. Tentu saja ada faktor lain misalnya saja pembentukan atau penentuan mengenai desain. Banyak yang bertanya, di Bandara Kualanamu kenapa tidak ada desain, bukan desain Melayu, Batak, atau barangkali Jawa dikarenakan 30% penduduk Medan adalah orang dari Jawa yang dikenal dengan Jawa Deli?
Tetapi hal itu terjadi semua karena untuk menghindari kepentingan dari kelompok yang berbeda-beda. Dicari jalan tengah dan kemudian JK menyarankan,
“Sudah, kita pakai desain internasional saja”. Green Building.
Bandara Internasional yang minimalis yang kemudian bisa kita saksikan di berbagai kota di Indonesia.
Inilah yang disebut sebagai Agility atau Ketangkasan. Perubahan membutuhkan pemimpin yang tangkas, pemimpin yang berani membukakan mata, mengajak orang melihat dengan perspektif yang berbeda. Waktu berjalan, reformasi 1998 ternyata menyisakan sebuah kejadian yang memilukan bagi kita. Karna ada sejumlah anak-anak muda mahasiswa yang menjadi korban. Masyarakat kemudian menuding, siapakan yang melakukan penembakan? Apakah polisi? Atau militer? Kalau polisi mengapa mereka menggunakan senjata tajam? Kemudian terjadilah dialog-dialog untuk melakukan perubahan di kepolisian.
Kita saksikan nama pangkat pun berubah. Tadinya ada pangkat Kolonel, sekarang namanya Kombes, Komisaris Besar. Tadinya tidak ada kata-kata inspektur, sekarang ada. Polisi pun mengubah perspektifnya yang tadinya sebagai bagian dari militer dengan senjata mematikan sekarang mereka menjadi bagian dari masyarakat. Dari atribut militer dengan senjata untuk membunuh, sekarang menjadi atribut-atribut sipil. Dengan tangan kanan memegang kitab HAM dan kemudian mereka pun harus memberikan senyum, pelayanan kepada masyarakat.
Kita bisa saksikan di televisi ada polisi yang cantik-cantik. Polisi yang bisa menjelaskan informasi lalu lintas dengan baik. Namanya pun kita ingat, karena mereka adalah orang-orang cantik yang sehari-hari kita lihat. Yang kurang lebihnya bisa kita anggap melayani berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
Sesuatu menarik sedang terjadi, semuanya mengalami pergeseran dan perubahan mulai dari Bisnis, Pemerintahan, hingga Militer di Indonesia.
Gimana temans, di era Perubahan ini, kalian Lebih Memilih Berubah atau Resisten?
Sumber: Kursus Manajemen Perubahan oleh Indonesia X oleh Prof. Rhenald Kasali
Teman-teman bisa ikut kursusnya secara GRATIS Disini